Hari Raya Galungan adalah hari dimana umat Hindu memperingati terciptanya
alam semesta jagad raya beserta seluruh isinya. Serta merayakan
kemenangan kebaikan (dharma) melawan kejahatan (adharma). Sebagai ucapan
syukur, umat Hindu memberi dan melakukan persembahan pada Sang Hyang
Widhi Wasa dan Dewa Bhatara (dengan segala manifestasinya).
Perayaan Hari Raya Galungan identik dengan penjor yang dipasang di tepi
jalan, menghiasi jalan raya yang bernuansa alami. Di jaman modern ini,
apalagi sebagai tujuan pariwisata, pulau Bali kerap disorot sebagai
pulau yang indah sekaligus religius.
Galungan dan Kuningan dirayakan sebanyak dua kali dalam setahun
kalender Masehi (kalender yang biasa kita pakai). Jarak antara Galungan
dan Kuningan sendiri ialah 10 hari. Perhitungan perayaan kedua hari raya
tersebut berdasarkan kalender Bali. Galungan setiap hari Rabu pada wuku Dungulan. Sementara Kuningan setiap hari Sabtu pada wuku Kuningan.
Menurut lontar Purana Bali Dwipa disebutkan :
"Punang aci galungan ika ngawit bu, ka, dungulan sasih kacatur tanggal 15, isaka 804, bangun indra bhuwana ikang bali rajya".
artinya :
"Perayaan
hari raya suci Galungan pertama adalah pada hari Rabu Kliwon, wuku
Dungulan sasih kapat tanggal 15 (purnama) tahun 804 saka (tahun 882 Masehi), keadaan pulau
Bali bagaikan lndra Loka".
Mulai tahun saka inilah hari raya
Galungan terus dilaksanakan, kemudian tiba-tiba Galungan berhenti
dirayakan entah karena dasar apa pertimbangannya, itu terjadi pada tahun 1103
saka saat Raja Sri Eka Jaya memegang tampuk pemerintahan sampai dengan
pemerintahan Raja Sri Dhanadi tahun 1126 saka Galungan tidak dirayakan.
Dan akhirnya Galungan baru dirayakan kembali pada saat Raja Sri Jaya
Kasunu memerintah, merasa heran kenapa raja dan para pejabat yang
memerintah sebelumnya selalu berumur pendek. Untuk mengetahui sebabnya
beliau bersemedi dan mendapatkan pawisik dari Dewi Durgha menjelaskan
pada raja, leluhurya selalu berumur pendek karena tidak merayakan
Galungan, oleh karena itu Dewi Durgha meminta kembali agar Galungan
dirayakan kembali sesuai dengan tradisi yang berlaku dan memasang
penjor.
Rangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan
Persiapan
perayan hari raya Galungan dimulai sejak Tumpek Wariga disebut juga
Tumpek Bubuh, pada hari ini umat memohon kehadapan Sanghyang Sangkara,
Dewanya tumbuh tumbuhan agar Beliau menganugrahkan supaya hasil
pertanian meningkat. Setelah itu wrespati Sungsang adalah hari Sugihan
Jawa merupakan pensucian bhuwana agung dilaksanakan dengan menghaturkan
pesucian mererebu di Merajan, pekarangan rumah serta menyucikan
alat-alat untuk hari raya Galungan. Besoknya Sukra Kliwon Sungsang
disebut hari Sugihan Bali, pada hari ini kita melaksanakan penyucian
bhuwana alit, mengheningkan pikiran agar hening, dan metirta
gocara. Selanjutnya Redite Paing Dungulan disebut penyekeban.
Pada
hari ini adalah hari turunnya Sang Kala Tiga Wisesa, maka pada hari ini
para wiku dan widnyana meningkatkan pengendalian diri (anyekung
adnyana). Besoknya Soma Pon Dungulan disebut penyajaan pada hari ini
tetap menguji keteguhan sebagai bukti kesungguhan melakukan peningkatan
kesucian diri seperti yoga semadi. Selanjutnya Anggara Wage Dungulan
disebut penampahan melakukan bhuta yadnya ring catur pate atau lebuh di
halaman rumah, agar tidak diganggu Sang Kala Tiga Wisesa. Besoknya Buda
Kliwon Dungulan disebut Hari Raya Galungan umat Hindu melakukan pemujaan
kepada Tuhan dengan segala manifestasi-Nya. Wrespati Umanis Dungulan
disebut Manis Galungan, umat saling kunjung-mengunjungi dan
maaf-memaafkan. Selanjutnya Saniscara Pon Dungulan disebut pemaridan
guru pada hari ini umat melaksanakan tirta gocara, Redite Wage Kuningan
disebut ulihan kembalinya Dewa dan Pitara kekahyangan.
Selanjutnya
Soma Kliwon Kuningan disebut Pemacekan Agung Dewa beserta pengiringnya
kembali dan sampai ketempat masing-masing. Sukra Wage Kuningan disebut
Penampahan Kuningan adalah persiapan untuk menyambut hari Raya Kuningan.
Besoknya Saniscara Kliwon Kuningan hari Raya Kuningan, pada hari ini
umat Hindu memuja Tuhan dengan segala manifestasinya. Upacara
menghaturkan saji hendaknya dilaksanakan jangan sampai lewat tengah
hari, mengapa ? Karena pada tengah hari para Dewata diceritakan kembali
ke swarga. Kemudian yang paling akhir dari rangkaian hari raya Galungan
yaitu Buda Kliwon Pahang disebut pegat uwakan akhir dari pada melakukan
peberatan Galungan sebagai pewarah Dewi Durga kepada Sri Jaya Kasunu
ditandai dengan mencabut penjor kemudian dibakar, abunya dimasukkan
kedalam bungkak gading ditanam di pekarangan.